Berawal Laporan Masyarakat, Tim Kemenko Polhukam Akhirnya Sidak Kegiatan Pulomas di Bangka

Foto : Tim Kemenko Polhukam RI saat mengunjungi kawasan alur muara Air Kantung, Sungailiat Bangka. (Ian)

BANGKA,SpotBerita – Tanpa banyak diketahui khalayak umum, rombongan tim Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenko Polhukam RI) ternyata, Selasa (28/7/2020) siang melakukan kunjungan singkat ke Provinsi Bangka Belitung (Babel) khususnya ke Kabupaten Bangka.

Kedatangan delegasi Kementerian Polhukam ini, ternyata menurut informasi yang dihimpun oleh tim media ini adalah dalam rangka melakukan Inspeksi mendadak (sidak) terkait adanya laporan dari masyarakat pesisir atau nelayan Sungailiat dan sekitar.

“Tim kami datang kesini berdasarkan informasi atau laporan dari warga yang sampai ke Kementerian Polhukam, khusus disini (lokasi pengerukan muara PT Pulomas Sentosa – red) karena warga nelayan mengeluhkan adanya penyempitan alur dari muara menuju laut lepas yang biasanya normal sekarang terganggu. Tadinya sekitar 30 meter, karena ada tumpukan pasir sekarang nelayan jadi terganggu,” terang Staf Ahli Kemenko Polhukam Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman, Laksamana Muda (Laksda) Yusuf, SE, MM kepada wartawan di sela-sela giat sidak siang itu di pelabuhan Air Kantung, Sungailiat.

Jenderal bintang dua TNI AL ini dalam dialog dengan pihak perwakilan PT Pulomas terlihat beberapa kali sedikit meninggi suaranya. saat itu, saat dialog itu pun turut dihadiri pula oleh petinggi keamanan di Kabupaten Bangka, seperti Danlanal Babel, Kolonel Laut (P) Dudik Kuswoyo, Kapolres Bangka AKBP Widi Haryawan, Danramil 0413-06 Sungailiat, Mayor Arh Daniel B.Gala.

Saat itu pula Laksda Yusuf pun sempat menyinggung di hadapan perwakilan PT Pulomas soal gundukan tinggi pasir yang berada di alur muar aliran muara Air Kantung tersebut justru ditumpuk begitu saja dan bukannya dijual oleh pihak perusahaan tersebut.

“Pasir sebanyak itu ditumpuk-tumpuk saja? Kok gak berusaha dijual? Kamu tahu enggak, material kayak gini dicari orang, bisa dijual. Sekarang saya tanya, Jakarta terima gak? Lah kalau begitu kamu harus punya solusi jangan ditumpuk- tumpuk akhirnya mempersempit alur. Kasihan para nelayan dan masyarakat kecil,” ucap Laksda Yusuf di hadapan khalayak.

Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman ini pun sebut jika, barang material seperti pasir adalah barang yang mudah untuk dijual, dan pihaknya merasa heran, kenapa pihak perusahaan justru menumpuk pasir di seputaran lokasi.

“Saya belum jelas mekanisme-nya seperti apa, siapa yang bertanggung jawab dan berkepentingan dalam hal ini apakah Pemda atau Pemprov tapi kan barang seperti ini banyak yang membutuhkan,” singgung Laksda Yusuf.

Tak cuma itu, bahkan Laksma Yusuf pun sempat mempertanyakan seputar kegiatan pengerukan alur muara setempat namun dinilainya justru semakin mempersulit kapal-kapal nelayan melintasi alur muara lantaran pola pekerjaan Pulomas dianggapnya tak membuahkan hasil yang positif.

“Dikeruk-dikeruk terus lalu pasirnya ditumpuk seperti itu, nah itu kan bisa longsor lagi longsor lagi, Nah apa gak sia-sia bekerja seperti ini?,” kata Yusuf.

Perwakilan Pulomas ini pun sempat menerangkan jika kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung ini dikerjakan dengan peralatan alat berat (escavator) sebanyak 2 unit yang beroperasi selama 24 jam berada di lokasi setempat.

Bahkan Yusuf pun sempat menyindir terkait persoalan pola pekerjaan pihak Pulomas (pihak ketiga) yang dinilainya justru tak bermanfaat bagi masyarakat nelayan.

“Nah siapa yang akan bertanggung jawab dalam hal ini. Apakah pihak Pemdanya atau Pemprovnya? Nah ini pihak ketiganya (Pulomas — red). Apakah kamu diberikan kewenangan menjual pasir atau tidak. Kamu hanya ngeruk aja dan bukan untuk menjual pasirnya. Jawab ya atau tidak?,” tegas Yusuf di hadapan perwakilan Pulomas saat itu.

Spontan, perwakilan perusahaan ini pun mengaku jika sejumlah pasir dari kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung ini dijual oleh pihaknya (Pulomas), namun sesaat itu pula perwakilan Pulomas itu pun malah terkesan mengalihkan jawaban.

“Siap! iya pak dijual. Tapi sekarang hanya pengerukan saja,” jawab perwakilan perusahaan itu singkat.

Meski telah mendengar penjelasan pihak Pulomas, namun Yusuf lagi-lagi mempertanyakan lebih detil terkait proses pola pengerukan termasuk pengangkutan pasir ke dalam tongkang.

“Terus setelah pasir itu kalian sedot. Nah pasir itu kan kalian taruh dalam tongkang nah selanjutnya kalian bawa kemana? kan saat ini ,” tanya Yusuf lagi.

Mendengar pertanyaan itu perwakilan perusahaan pun spontan menjawab dan menerangkan singkat jika sejumlah pasir yang ditampung di tongkang.

“Pasir itu kita (Pulomas — red) keluar,” jawab perwakilan perusahaan. Namun seketika itu pula Yusuf pun langsung menyela terkait pengakuan perwakilan perusahaan tersebut.

“Lah kalau pasir bawa keluar kan belum ada kepastian. Betul?, nah berarti pihak ini (Pulomas — red).belum ada kepastian ini atau baru sekedar plan saja. kalian punya plan mestinya yang realistis. Nah kalau kalian (Pulomas — red) punya rencana matang ya tidak begini. Jadi jangan mengkambing hitamkan pihak lain,” singgung Yusuf, sementara perwakilan perusahaan saat itu hanya bisa terdiam.

Di sela-sela sidak ini, Laksma Yusuf Sempat memanggil seorang perwakilan nelayan Sungailiat, Andi Makmur guna diminta keterangan seputar kondisi kegiatan pendalam alur muara setempat.

Dalam kesempatan itu, Andi malah mengaku jika kondisi kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung itu sama sekali kini malah mempersulit para nelayan setempat saat hendak melaut.

“Kondisi alur muara ini kalau pagi kapal-kapal nelayan tidak bisa lewat karena airnya dangkal bahkan kalau pagi pun kita bisa jalan kaki nyeberang ke seberang sana pak,” ungkap Andi di hadapan Laksma Yusuf maupun staf ahli SDA & Lingkungan Hidup Kemenkopolkam RI, Asmarini saat itu

Senada dengan Laksda Yusuf, Staf Ahli Kemenko Polhukam Bidang SDA dan Lingkungan Hidup, Asmarini SE, MM, saat di lokasi Ia menanyakan kenapa tumpukan pasir setinggi hampir belasan meter tersebut tidak dilakukan upaya penjualan oleh pihak perusahaan, sehingga menurutnya tidak akan menghalangi lalu lintas jalur nelayan.

“Kok tumpukan sampai setinggi itu ya, kenapa gak dijual saja? Banyak loh yang membutuhkan,” tanya Asmarini keheranan.

Sementara itu, dalam wawancara di tempat yang sama, perwakilan masyarakat nelayan, Andi Makmur menyatakan bahwa dalam banyak hal masyarakat nelayan justru banyak dirugikan dengan aktifitas pengerukan alur muara yang sekarang ini dikerjakan oleh PT Pulomas.

“Sebagai contoh pak, kalau alur itu tidak terhambat, kami sampai ke tengah laut itu kurang lebih satu jam, tapi dalam kondisi seperti sekarang bisa mencapai tiga jam. Belum lagi masalah solar, kalau normal kan habisnya cuma seratus ribu saja, tapi kalau sekarang bisa lebih dari tiga ratus ribu, itu belum tentu kami dapat tutup dengan hasil tangkapan di lait,” keluh Andi.

Terpisah, perwakilan PT Pulomas saat hendak dikonfirmasi ulang oleh warrawan saat itu nampak enggan meladeni pertanyaan wartawan, saat ditemui di lokasi. Sebaliknya, salah seorang perwakilan Pulomas yakni EF malah menyarankan agar menghubungi pihak yang ditunjuk oleh perusahaan.

“Oh kami tidak berhak menjawab ke media pak, tolong hubungi saja Acun,” ujarnya seraya bergegas menutup pintu kendaraan.

Sekedar diketahui, kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung Sungailiat oleh PT Pulomas Sentosa bekerja sama dengan Pemkab Bangka dimulai tahun 2010 lalu hingga tahun 2019, namun kegiatan pengerukan alur muara ini pun pada tahun 2020 justru Pemrop Babel bekerja sama dengan PT Pulomas Sentosa.

Sayangnya kegiatan pengerukan alur muara Air Kantung oleh Pulomas sampai saat ini justru menuai keluhan masyarakat nelayan Sungailiat, hal itu lantaran kondisi alur muara setempat sebaliknya kerakali mengalami pendangkalan.

Kondisi tersebut sebagian kapal-kapal milik nelayan setempat mengalami kesulitan ssaat melintasi alur muara setempat. (tim)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *