Ortu Siswa Keluhkan Soal Pungutan Rp 725 Ribu di Sekolah

Foto : Ilustrasi pungutan iuran sekolah. (net)

PANGKALPINANG,SpotBerita — Lagi-lagi orang tua (ortu) siswa mengeluh soal dugaan pungutan iuran bagi siswa di suatu sekolah di provinsi kepulauan Bangka Belitung (Babel) khususnya di pulau Bangka.

Persoalan praktik penggalangan dana yang dapat dilakukan Komite Sekolah (KS) dalam Peraturan Mendikbud No.75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah disebutkan dalam pasal 10 ayat (2) yakni, penggalangan dana dan sumber daya pendidikan tentang bantuan dan/atau kontribusi, bukan pungutan. Artinya bersifat sukarela, tanpa paksaan.

Melansir portal berita di Bengkulu, Ketua Saber Pungli Bengkulu, Kompol Amin mengatakan bahwa ketentuan pungut dan sumbangan di sekolah secara tegas diatur dalam Permendikbud apabila sekolah tidak berhati-hati bisa dipidana, dan sekolah harus membedakan mana pungutan mana sumbangan, tidak boleh dipatok beseran serta waktunya.

“Seharusnya Sekolah berpegang teguh pada Permendikbud Nomor 75 tahun 2016, selain itu tidak boleh dan terancam hukuman. Jika pelakunya ASN akan dijerat Pasal 423 KUHP dengan perlindungan keselamatan paling lama 6 tahun dan Jika pelakunya bukan ASN terancam pasal 368 KUHP, dengan meminta pemerasan dan dapat dipidana penjara paling lama 9 tahun,” tegas Wakapolres Bengkulu Utara itu.

Di sisi yang lain, pada momen dimulainya Tahun Ajaran Baru 2020 di era adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, redaksi spotberita.com baru saja menerima informasi soal dugaan praktik pungutan diluar ketentuan pada sebuah sekolah menengah tingkat pertama di Ibukota Serumpun Sebalai (Pangkalpinang).

Foto : Gedung SMPN 7 Pangkalpinang. (net)

“Katanya akan ada rapat Komite Sekolah Sabtu (18/07/2020) besok kami terima info ada biaya sebesar 725 ribu rupiah per anak. Dengan perincian 300 ribu untuk biaya bangku dan 425 ribu rupiah untuk buku tulis,” kata sumber, seorang ibu rumah tangga calon siswa- yang berpesan agar namanya dirahasiakan.

Kata sumber, pihaknya mengaku tidak masalah jika pungutan tadi berbentuk keharusan dengan ada aturan baku berupa regulasi dari Dinas Pendidikan setempat.

Namun menurutnya, hal ini selain dirasa berat karena dalam posisi wabah covid seperti sekarang -efeknya diketahui deras menghantam ekonomi menengah kebawah- juga terkesan janggal karena setahu dirinya ada dana BOS untuk tingkat SMP kisaran sejuta/siswa/tahun.

“Iya kami terima saja kalau memang keharusan atau keputusan dari pemerintah atau dinas, tapi saya khawatir banyak yang belum mampu membayar seperti saya,” imbuhnya.

Senada dengan orang tua siswa tadi, Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Pangkalpinang, Eddy Supriadi justru terperanjat sekaligus agak berang saat diberi informasi oleh media. Pasalnya dia menyebutkan sudah mengantisipasi soal seperti ini dengan mengeluarkan Surat Edaran terkait praktek yang menurutnya bisa merugikan citra dunia pendidikan di Pangkalpinang.

“Oh ya? tidak ada pungutan apapun. Dimana itu kejadiannya? saya sudah keluarkan larangan berupa surat edaran ke sekolah-sekolah yang menerima calon siswa baru. Besok akan saya panggil pihak kepala sekolah tadi,” tegas Kadindik.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 7 Pangkalpinang, Waluyo ketika dikonfirmasi oleh wartawan soal adanya dugaan praktik ‘terselubung’ pungutan pada orangtua peserta didik. pihaknya justru tak menampik bahwa biaya yang dikenakan pada peserta didik memang benar adanya.

“Tapi seingat saya berupa kesepakatan antara Komite Sekolah dan orangtua calon siswa, kita pihak sekolah tidak ikut campur,” kata Waluyo di kantornya.

Waluyo menyebut, jika pihak media ingin lebih jelas soal biaya tadi, ada baiknya langsung menemui Ketua Komite Sekolah, Hariadi. “Jam 12 ini kami diundang makan, silahkan datang saja,” kata Waluyo.

Kemudian berbekal informasi awal dari Waluyo tersebut, media menyambangi tempat yang disebutkan Kepsek tadi, dan disambut oleh Ketua Komite SMPN 7 Pangkalpinang, Hariadi di sebuah resto di pinggiran Kotamadya Pangkalpinang, dalam wawancara saat itu, Hariadi malah banyak membandingkan “biaya” yang ada di SMPN 7 dengan biaya di sekolah lain.

Foto : Ketua Komite SMPN 7 Pangkalpinang, Hariadi. (Koran Kite)

“Silahkan saja kalian cek, di SMPN 7 Pangkalpinang inilah biaya paling rendah. Sementara di SMPN lain ada yang jutaan biayanya per siswa. Tolong kasih informasi sekolah lain diminta berapa,” tantang dia.

Hariadi juga membantah jika Sabtu (28/7/2020) nanti bakal diadakan rapat, sebaliknya menurutnya justru ada kegiatan pengembalian formulir, dan rapat sebelumnya sudah ada kesepakatan antara komite dan orangtua murid soal biaya sebesar Rp 725 ribu.

Hariadi mengaku jika selama ini ia telah berbuat untuk Komite Sekolah SMPN 7 Pangkalpinang.

“Silahkan ditanya, ada bangunan kantin dan lainnya yang kita bantu. Kita banyak mengerti kok, kalau memang tidak mampu ya sudah!,” kata mantan ketua Hanura Provinsi Babel ini.

Tak cuma itu, Hariadi pun lagi-lagi meyakinkan jika dirinya sesungguhnya sama sekali tak ada niat yang bukan-bukan terkait persoalan pungutan iuran tersebut.

“Silahkan saja, tidak membayar pun gak apa-apa. Perlu kamu tahu, saya ini kan jadi anggota dewan sudah, jadi pengusaha juga sudah sekarang tinggal pengabdian pada masyarakat saja, kalau Komite istilahnya mengambil untung dari Rp 725 ribu tadi saya pikir agak lucu ya,” kata mantan anggota DPRD Provinsi Babel ini seraya tertawa lebar. (Lukman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *