Perijinan Gubernur Babel Soal Kawasan Hutan Lindung Desa Rebo, Kini Menuai Protes dan Demo Warga

Foto : Ratusan warga menggelar aksi demo lantaran keberatan atas perijinan pemanfaatan kawasan hutan lindung di Bukit Rebo kepada PT Watana Segar Alam. (Ian)

BANGKA,SpotBerita – Sekitar ratusan massa mengaku warga Desa Rebo, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Kamis (9/7/2020) pagi menggelar aksi demo di lokasi lahan millik PT Watana Segar Alam (WTA) terletak di kawasan desa setempat.

Aksi demo sejumlah massa tersebut dimulai sejak pagi sekitar pukul 09.00 WIB tak saja dilakukan di lahan PT WTA berlokasi di RT 7 Dusun Rebo, Desa Rebo, Sungailiat, Bangka.

Namun aksi serupa pun kembali dilakukan di depan KPHP Sigambir Kota Waringin, Kabupaten Bangka di Desa Rebo Sungailiat terkait persoalan penetapan kawasan hutan lindung di Desa Rebo namun terdapat sejumlah lahan dan kebun warga, termasuk warga keberatan terkait perijinan pemanfaatan kawasan hutan lindung yang diberikan gubernur Babel kepada pihak swasta (PT Watana Segar Alam).

Dalam aksi demo ini pun pendemo mempertanyakan surat keputusan gubernur Bangka Belitung No : 188.44/1094.K/DISHUT/2019 tentang pemberian ijin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, penyedia sarana wisata alam (IUPJLWA-PSWA) kepada PT Watana Segar Alam.

Aksi ratusan massa ini pun saat itu terlihat mendapat penjagaan atau kawalan ketat dari aparat kepolisian daerah setempat, Polres Bangka, termasuk Polsek Sungailiat dan anggota TNI asal Koramil Sungailiat maupun anggota Satpol PP Bangka.

Dalam orasinya saat aksi demo di depan kantor KPHP Sigambir Rebo seorang pendemo, Suhendro (aktifis Komando Pejuang Merah Putih) mempertanyakan sejak kapan penetapan sepanjang area Desa Rebo, Sungailiat dijadikan kawasan hutan lindung.

“Kenapa sampai hari ini sepengetahuan kami tidak dilakukan sosialisasi oleh KPH-KPH atau pun intansi Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Belitung terkait adanya perubahan status lahan hutan. Ada apa sebenarnya pak?,” sindir pendemo di hadapan kepala KPH Sigambir, Bambang Trisula saat itu hadir menyaksikan aksi demo warga di depan kantornya.

Selain itu dalam orasinya, Suhendro mengatakan jika warga Desa Rebo sama sekali tidak mengetahui perihal lahan-lahan mana yang bisa digarap warga untuk berkebun/bertani lantaran lahan dimaksud dianggap merupakan kawasan hutan lindung.

Bahkan menurutnya sebagian warga desanya justru telah memiliki surat-surat tanah di Desa Rebo sejak lama yang ditandatangani oleh Kades, Lurah hingga Camat, namun saat ini lahan warga tersebut malah dinyatakan atau ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung oleh pihak intansi terkait.

“Sementara lahan yang kami garap di lokasi itu telah kami lakukan sejak turun-temurun namun tiba-tiba ada surat peringatan kepada warga jika lahan yang digarap itu masuk kawasan hutan lindung,” ungkap Suhendro.

Usai menggelar aksi, perwakilan pendemo termasuk perwakilan warga pun seketika itu langsung diajak berdialog dengan kepala KPHP Sigambir Kota Waringin, Bambang Trisula didampingi Kabid Perlindungan Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Belitung, John Saragih.

Dalam dialog digelar di ruang pertemuan gedung kantor KPHP setempat, Bambang mengatakan bahkan tak menampik jika dirinya sendiri sebelumnya sempat mendengarkan keberatan warga Desa Rebo terkait persoalan surat ijin yang diterbitkan oleh gubernur Babel.

“Termasuk persoalan keberatan warga terhadap surat ijin gubernur Babel terkait ijin lahan PT Watana Segar Alam seluas 3,2 hektar di kawasan hutan lindung,” ungkap Bambang di hadapan warga saat dialog berlangsung..

Kembali ditegaskanya jika ijin pemanfaatan kawasan hutan baik di bidang jasa lingkungan, wisata religi maupun untuk kepentingan masyarakat kelompok terpadu tentunya melalui tahapan atau prosedur yang telah ditentukan.

“Khusus di HL (hutan lindung — red) dan HP (hutan produksi — red) Bukit Rebo saat ini kita sudah ada 9 ijin. Jadi saya mau tahu apa yang menjadi keberatan para warga terhadap lahan seluas 3,2, hektar itu?,” tanya Bambang di hadapan perwakilan warga saat dialog juga dihadiri Kabag Ops Polres Bangka, AKP Teguh dan Kapolsek Sungailiat, Iptu Albino serta Kades Rebo, Fendi.

Padahal sebelumnya menurut ia justru di Desa Rebo sendiri khususnya kawasan Puri Tri Agung menurutnya telah memiliki ijin wisata religi atas lahan seluas 4,9 hektar. Lantas kenapa warga Rebo malah tak mempersoalkan.

Namun kembali ia malah terang-terangan perihal perijinan untuk kepentingan wisata religi (Puri Tri Agung) mendapat perijinan dari pemerintah, juga sejumlah tempat lainnya atau pihak swasta pun telah mendapat perijinan diantaranya diberikan kepada Bangka Agro Asri, Bintang Samudera termasuk kepada swasta lainnya yakni Buah Karya dan PT Pantai Indah Rebo (PIR) yang telah diberikan ijin dari pemerintah guna memanfaatkan lahan seluas 67 hektar.

“PT PIR seluas 67 hektar ini sama dengan PT Watana Segar Alam hanya seluas 3,2 hektar yakni ijinnya sama-sama dikeluarkan oleh gubernur,” tegas Bambang lagi.

Selain itu juga, gubernur Babel pun telah mengeluarkan perijinan pemanfaatan Kasawan hutan kepada Panorama Lintas Timur seluas 18 hektar termasuk HKM Mutiara Timur termasuk perijinan pemanfaatan hutan juga diberikan kepada HKM Tanjung Karang Lestari dengan luas wilayah yang dikelola mencapai 59 hektar.

“Semua itu sudah melalui prosedur yakni melalui Peraturan Menteri P.22 tahun 2012 tentang pemanfaatan jasa lingkungan dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi,” terangnya.

Lagi-lagi Bambang menegaskan khususnya perihal lahan masyarakat yang masuk dalam kawasan hutan jika masyarakat tersebut memiliki bukti kepemilikan tentunya dapat diadukan di Kementerian Kehutanan atau di Direktorat Konflik Torial yang memiliki kewenangan penyelesaian hak-hak masyarakat.

“Selama bukti-bukti kepemilikan itu sah!, Jad diuji dulu mana bukti kepemilikan atas lahan yang dimaksud. Apakah sudah melaksanakan kewajiban atau telah membayar PBB. Sebab kalau punya lahan harus bayar PBB serta bukti di lapangan berupa tanam tumbuh,” tegasnya.

Begitu pula jika sebelumnya pihaknya sempat melakukan penertiban lahan di kawasan Lingkar Timur namun sepanjang warga memiliki bukti yang kuat maka pihaknya akan menghargai.

“Yang kami tertibkan itu lahan yang tidak mempunyai bukti kepemilikan namun sifatnya hanya menduduki lahan itu saja,” ungkap Bambang.

Dalam kesempatan itu, Bambang menawarkan kepada warga Rebo yang memang memiliki dokumen atau surat kepemilikan lahan di kawasan hutan agar segera menyerahkan kepada pihaknya (KPHP Sigambir) paling lama tanggal 13 Juli 2020.

Hal tersebut tak lain guna membantu warga dalam upaya mencari jalan penyelesaian.

Sementara itu Kades Rebo, Fendi saat dikonfirmasi mengatakan jika persoalan yang terjadi saat ini yakni sama-sama memiliki bukti kepemilikan lahan di kawasan hutan Rebo.

“Sama-sama memiliki Surat Kepemilikan. Makanya oleh KPHP diminta bukti kepemilikan lahan di tunggu sampai 13 Juli 2020,” kata Fendi.

Ditegaskanya, terkait permasalahan tersebut pihaknya siap memfasilitasi upaya penyelesaian masalah tersebut dengan merencanakan pada kegiatan pertemuan berikut di kantor desa setempat.

“Akan diadakan sosialisasi di tingkat Desa mengenai kawasan hutan dan pemanfaatan hutan,” ungkap Fendi. (Ian)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *