Sidang Prapid Kasus Tipikor Penasihat Hukum Tersangka Anggap Kejaksaan Langgar HAM

Foto : Penasihat hukum tersangka, Lauren Harianja SH. (Ian)

PANGKALPINANG,SpotBerita – Sidang gugatan Pra Pradilan (Prapid) terhadap pihak Kejaksaan Tinggi Provinsi Bangka Belitung (Kejati Babel) akhirmya digelar, Kamis (18/10/2019) setelah sebelumnya sempat ditunda lantaran pihak Kejati Babel tak hadir dalam persidangan.

Sidang yang dipimpin oleh seorang majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Iwan Gunawan SH MH serta dihadiri 4 orang jaksa serta penasihat hukum tersangka kasus korupsi (Suranto Wibowo), Lauren Harianja SH & Partner berjalan relatif singkat.

Sebagaimana berkas gugatan Prapid yang dibacakan langsung oleh pihak penasihat hukum tersangka (pemohon) disebutkan jika tersangka (pemohon) menilai penetapan status tersangka oleh pihak Kejati Babel suatu tindakan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap kliennya (Suranto Wibowo)

No Print : 531/L.9/Fd.1/08/2019 tanggal 12 Agustus 2019  kepada Pemohon Ir Suranto Wibowo  dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi Pekerjaan Pembangunan Penerangan Jalan Umum (PJU) Tenaga Surya di Prov Kepulauan Babel di Kabupaten Belitung & Belitung TA 2018 senilai Rp 2,9 M.

Tak cuma itu di hadapan majelis hakim, penasihat hukum tersangka menganggap jika tindakan penangkapan berikut kegiatan penggeledahan, serta penyitaan dan penuntutan yang dilakukan pihak Kejati Babel melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatou tindakan perampasan HAM.

Dijelaskan jika praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law.

“Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut,” ucap penasihat hukum itu di hadapan hakim.

Selain itu, menurutnya hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan.

Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP).

“Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka,” tegas penasihat hukum itu.

Dikatakanya lagi, jika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat/constitusionalstate) yang menjunjung tinggi HAM serta menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dalam Pasal 28 D ayat (1) ditegaskan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil”.

“Begitu pula Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa salah satu hak asasi manusia menurut piagam PBB tentang Declaration Universal of Human Right 1948 adalah hak untuk mendapatkan perlindungan hukum,” ujarnya.

Dalam berkas yang dibacakan penasihat hukum tersangka pun menilai penetapan tersangka oleh termohon kepada pemohon tidak dilakukan sesuai dengan prosedur berdasarkan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Bahkan kronologis penetapan tersangka atas diri pemohon dianggapnya atau diindikasi melanggar prosedur hal itu dapat dibuktikan antara lain sebagai berikut: Surat perintah penyidikan  diterbitkan Termohon tanggal 12 Agustus 2019 No Print 354/L.9/F.d.1/08/2019, dan kemudian pada tanggal yang bersamaan 12 Agustus 2019 No Print 531/L.9/Fd.1/08/2019  Termohon menerbikan surat penetapan Tersangka kepada pemohon.

“Dari pakta hukum tersebut diatas, pemohon tidak pernah terlebih dahulu dipanggil/diperiksa  sebagai saksi dalam tingkat penyidikan akan tetapi langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon,” ungkap penasihat hukum itu.

Menurutnya dapat dipastikan dalam hal ini termohon tidak pernah melakukan tindakan-tindakan penyidikan yakni untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat terang peristiwa pidana, atau perbuatan apa yang dilakukan oleh pemohon serta bukti-bukti apa saja yang terkait dengan pemohon.

Bahwa menurut penasihat hukum ini lagi jika tindakan termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka tanpa terlebih dahulu dipanggil sebagai saksi dalam tingkat penyidikan serta tidak melakukan tindakan penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan bukti bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana telah melanggar Pasal 1 angka 2 KUHAP

“Bahwa surat pemberitahuan penyidikan perkara No B.1278/L.9/Fd.1/08/2019 tanggal 14 Agustus 2019 dimana pemohon sudah ditetapkan sebagai tersangka ,” tegasnya.

Bahwa dari fakta hukum  ini termohon telah menetapkan Pemohon sebagai tersangka tanggal 12 Agustus 2019 mendahului Surat pemberitahuan penyidikan tanggal 14 Agustus 2019.

“Bagaimana caranya termohon terlebih dahulu menetapkan Pemohon sebagai Tersangka baru kemudian mengeluarkan surat pemberitahuan penyidikan sebagai tersangka,” ungkapnya.
Hal Ini membuktikan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan termohon kepada pemohon tidak sesuai dengan prosedur termasuk perhitungan kerugian negara.

Usai mendengarkan pembacaan berkas gugatan Prapid oleh penasihat hukum tersangka, hakim yang menyidang perkara ini Iwan Gunawan SH pun langsung menanyakan kepada para jaksa yang hadir saat sidang.

“Ada tanggapan dari pihak jaksa?,” tanya hakim.
Spontan salah seorang jaksa yang hadir saat itu, Diana Wahyu SH pun mengatakan jika pihaknya saat itu belum mempersiapkan jawaban terkait gugatan Prapid oleh pemohon.
“Untuk saat ini kami belum ada jawaban. Mungkin nanti siapkan dalam sidang selanjutnya,” ungkap Diana.

Terkait kondisi itu pula hakim pun mengagendakan kembali jadwal sidang gugatan Prapid tersebut yakni pekan depan.
Dalam sidang perdana gugatan Prapid ini pihak Kejati Babel mengutus sedikitnya 4 orang jaksa guna hadir dalam sidang yang digelar di pengadilan setempat, masing-masing Arga SH Arif SH, Diana Wahyu SH dan Jepi Perdana SH.
Sementara pihak Kejati Babel melalui salah seorang jaksa penuntut umum (JPU), Diana Wahyu SH mengatakan jika gugatan prapid yang dibacakan oleh penasihat hukum tersangka di hadapan, Lauren Harianja SH justru dinilainya sangatlah tidak berdasar.

“Sebagaimana yang telah dibacakan tadi kami mengamati meneliti dan kami sudah menerima bahwa dalil-dalil itu tidak berdasar. Tentunya dalam jawaban kami nanti karena semua prosedur penetapan tersangka sudah kami lakukan dengan baik. Nanti saat jawaban nanti akan terungkap semua,” ujar Diana kepada wartawan di sela-sela usai menghadiri sidang gugatan prapid oleh tersangka (Suranto Wibowo) selaku pemohon melalui penasihat hukumnya, Lauren Harianja SH & Partner dan pihak Kejati Babel selaku termohon.  (Ian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *